Konflik Manusia dan Satwa Liar


        Interaksi manusia dan satwa liar menentukan eksistensi manusia. Interaksi ini bisa negatif atau positif. Homo sapiens telah berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan habitat dan sumber daya dan telah berinovasi dan beradaptasi menjadi kekuatan ekologi yang dominan di bumi. Konflik ini menyebabkan punahnya banyak spesies; perubahan struktur dan fungsi ekosistem; dan hilangnya nyawa manusia, tanaman, ternak, dan harta benda


Konflik dalam Perspektif Evolusi dan Histori

        Hominid awal menghindari predator dengan adaptasi sosial (pembentukan kelompok kecil untuk perlindungan) dan mengembangkan teknologi seperti senjata untuk mengurangi ancaman

        Ekspansi populasi manusia bertepatan dengan perubahan kelimpahan vertebrata besar. Manusia berkontribusi terhadap punahnya mamalia besar di akhir masa Pleistosen (110,000 to 11,650 years ago), meskipun masih menjadi perdebatan terkait faktor perubahan iklim

        Lukisan gua di berbagai benua menunjukkan orang-orang berinteraksi dengan satwa liar. Ada catatan tentang serangan gajah di Asia sejak 300 SM.

        Perkembangan pertanian menghasilkan teknologi baru seperti racun, pengusir nyamuk, dan perangkap untuk mengurangi kerusakan akibat satwa liar

        Di zaman modern, pemerintah mengembangkan undang-undang untuk menangani konflik satwa liar. Peraturan dibuat pada 1424 di Skotlandia untuk mengendalikan serangan burung.

        Di Tiongkok, dua ribu tahun konflik harimau-manusia mengakibatkan sekitar 10.000 orang tewas atau terluka di empat provinsi di Tiongkok selatan, yang pada akhirnya mengarah pada “perang terhadap alam” oleh presiden Tiongkok Mao Zedong dan pemberantasan hampir semua harimau Tiongkok

        Pemberantasan serigala terjadi di sebagian besar wilayah Eropa dan benua AS. “Keberhasilan” program pemberantasan berkontribusi pada kepunahan tiga subspesies harimau dan hampir punahnya dua subspesies harimau lainnya, serta punahnya spesies canid seperti serigala Falklands (Dusicyon australis)

        Populasi manusia berevolusi dan berkembang dengan bersaing secara efektif dengan satwa liar untuk mendapatkan ruang dan sumber daya, memberantas atau mengurangi populasi satwa liar individu atau seluruh spesies yang menimbulkan ancaman paling serius, dan mencoba meminimalkan ancaman dan kerusakan. Dalam beberapa dekade terakhir, pola ini telah bergeser seiring dengan tumbuhnya kesadaran tentang nilai keanekaragaman hayati dan munculnya informasi, perangkat, undang-undang dan lembaga yang lebih baik, serta nilai-nilai baru yang mendorong cara-cara yang lebih kreatif untuk mengelola satwa liar dengan menggunakan model koeksistensi dan mendorong konservasi populasi satwa liar.

TIPE DAN LOKASI KONFLIK YANG UMUM

Karnivora

        Felids dan canids sangat berisiko konflik dengan manusia karena wilayah jelajahnya yang besar, ukuran fisik yang besar, dan kebutuhan makanan.

        Kelimpahannya ditentukan oleh ketersediaan mangsa, sehingga meningkatkan kepadatan “mangsa” secara artifisial dengan meningkatkan jumlah ternak berpotensi menyebabkan peningkatan konflik.

        Secara global, setidaknya 24 spesies karnivora darat umumnya memangsa sembilan spesies ternak. Manusia telah menyebabkan penurunan populasi serigala yang parah di Asia, Amerika Utara, dan Eropa.

Herbivora dan omnivora

        Ordo Proboscidea (gajah) dan Artiodactyla (misalnya babi, rusa, kuda nil), biasanya berselisih dengan manusia.

        Herbivora vertebrata besar dapat menyebabkan konflik dengan manusia dengan menginjak-injak, memakan langsung, dan merusak vegetasi yang memiliki kepentingan ekologi dan sosial ekonomi.

        Gajah secara khusus menyebabkan kerusakan yang signifikan pada tanaman dan tumbuhan di seluruh Asia dan Afrika. Kerugian akibat kerusakan lahan pertanian akibat babi hutan (Sus scrofa) di Eropa mencapai jutaan dolar AS per tahun

Reptil

        Buaya, termasuk aligator adalah reptil tidak berbisa yang mampu menyebabkan cedera serius atau fatal pada manusia. Dari tahun 1928 hingga 2008, 567 laporan tentang serangan aligator dan 24 kematian dilaporkan di Amerika Serikat. Di Australia, terdapat laporan 62 serangan oleh buaya air asin liar antara tahun 1971 dan 2004

Hama Pertanian

        Hama pertanian merupakan penyebab utama kerusakan pertanian. Diperkirakan 200 juta jalak Eropa memakan pakan ternak dan meningkatkan risiko penularan penyakit dengan mencemari pakan dan genangan air.

Hewan Liar

        Anjing dan kucing dapat menyebabkan konflik melalui pemangsaan terhadap satwa liar lain, penularan penyakit, gangguan satwa liar, hibridisasi, dan serangan langsung terhadap ternak dan manusia.

        Anjing bertanggung jawab atas 99% dari 55.000 kematian manusia tahunan yang dilaporkan karena rabies.

        Di Amerika Serikat, kucing peliharaan yang berkeliaran bebas membunuh sekitar 1,3–4 miliar burung dan 6,3–22,3 miliar mamalia setiap tahun.

Spesies Laut

        Konflik dapat terjadi dalam bentuk serangan langsung, gigitan, sengatan, dan tabrakan, serta dampak yang terkait dengan polusi, pemindahan dan modifikasi habitat alami, ekstraksi sumber daya, pariwisata dan rekreasi, keterikatan dengan alat tangkap.

        Di perairan Australia selama 218 tahun terakhir, tercatat 178 kematian dan 322 cedera akibat hiu.

        Kematian akibat kegiatan di laut menyebabkan penurunan populasi paus global secara historis, tetapi kematian akibat tabrakan merupakan ancaman yang berkelanjutan.

Penularan Penyakit

        Banyak spesies satwa liar merupakan reservoir untuk patogen, dan penyakit zoonosis.

        Selama rentang 400 tahun Black Death, wabah Yersinia pestis membunuh sekitar 50% populasi manusia di China, 33% di Eropa, dan 17% di Afrika. Sekitar 60% dari semua penyakit menular yang muncul secara global adalah penyakit zoonosis yang menginfeksi manusia dan hewan dan 72% berasal dari satwa liar.

        Mayoritas kasus serangan serigala yang terdokumentasi terhadap orang-orang di Eropa abad ke-20 dikaitkan dengan penyakit serigala gila

 

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONFLIK

Faktor Biologi dan Ekologi yang Mempengaruhi Konflik dan Koeksistensi

        Hewan tua atau sakit cenderung terlibat dalam perusakan ternak karena tidak dapat lagi bersaing dengan pesaing yang lebih muda, meskipun ada perdebatan tentang seberapa umum hal ini sebenarnya.

        Gajah Afrika jantan (Loxodonta africana) terlibat dalam perilaku penyerangan tanaman. Kucing jantan lebih mungkin membunuh ternak daripada betina, dan beruang jantan sering masuk ke wilayah manusia. Hal ini mungkin karena pada banyak spesies, jantan memiliki wilayah jelajah yang lebih luas dan dengan demikian lebih mungkin terjadi di dekat pemukiman manusia.

        Distribusi makanan dan air serta faktor ekologi. Ketersediaan mangsa liar secara signifikan dapat mempengaruhi potensi dan lokasi konflik. Perusakan ternak dapat menurun ketika populasi mangsa alami lebih tersedia.

        Distribusi spasial satwa liar dan manusia dapat mempengaruhi pola konflik. Kedekatan jarak dengan kawasan lindung seringkali berhubungan meningkatnya konflik. Di laut, faktor : kepadatan paus dalam suatu rute pelayaran, volume lalu lintas pelayaran, ukuran dan kecepatan kapal, dan perilaku paus. Orang yang terlibat dalam olahraga papan dan perenang adalah korban yang paling umum.

Faktor Perilaku Manusia yang Mempengaruhi Konflik dan Koeksistensi

        Konflik manusia-manusia di antara kelompok pemangku kepentingan yang berbeda dalam persepsi ancaman, nilai, dan pandangan dunia. Persepsi risiko merupakan salah satu unsur penting dalam konflik satwa liar, dan seringkali terdapat ketidaksesuaian antara persepsi risiko, tingkat risiko aktual, dan tanggapan proporsional terhadap risiko.

        Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi risiko konflik meliputi nilai-nilai budaya, sejarah dan ideologi, ketakutan intrinsik, dan kebaruan risiko.

        Bagaimana konflik dibingkai oleh media dapat membentuk opini publik dan pendidikan dapat mendorong perilaku yang mengurangi risiko konflik.

        Konteks historis dari konflik tertentu juga penting. Di Eropa, banyak komunitas memiliki sejarah panjang hidup berdampingan dengan karnivora dan telah mengembangkan teknik peternakan, seperti penggembalaan dan kandang malam, dan kebijakan, seperti kepemilikan lahan yang stabil dan perlindungan hukum yang kuat, yang mendorong koeksistensi. Sebaliknya, di Amerika Barat, setelah satu abad tanpa karnivora besar setelah pemusnahan yang meluas, komunitas lokal mungkin menganggap kembalinya karnivora besar sebagai kontradiksi nilai-nilai sejarah, ingatan, dan tindakan.

 

MANAJEMEN KONFLIK : SATWA LIAR

Lethal Control

        Metode umum namun terkadang kontroversial. Metode umum yang digunakan untuk membunuh hewan termasuk senjata api, racun, dan jebakan.

        Perburuan ilegal merupakan masalah konservasi yang serius bagi banyak spesies. Di Swedia, sekitar setengah dari kematian serigala antara 1998 dan 2009 disebabkan oleh perburuan ilegal.

        Upaya untuk mengurangi konflik menggunakan pengendalian yang mematikan dapat menimbulkan konsekuensi tambahan yang tidak diinginkan. Di negara bagian Washington, AS, peningkatan perburuan cougars ditemukan meningkatkan interaksi cougar dengan ternak dan manusia.

Translokasi

        Memindahkan satwa liar dari lokasi di mana konflik terjadi atau kemungkinan besar akan terjadi. Sejumlah spesies telah dipindahkan untuk mengatasi konflik, termasuk beruang, gajah, kucing besar, serigala.

        Tingkat keberhasilan translokasi biasanya rendah dan seringkali mahal.

        Masalah yang terkait dengan translokasi termasuk kematian hewan target atau hewan yang kembali ke habitat aslinya atau melanjutkan perilaku konflik mereka di lokasi baru

Pembatas dan perangkat

        Pembuatan Pagar atau penghalang alami (Vegetasi)

        Pagar membatasi satwa liar di area tertentu, membatasi pergerakan spesies yang tidak diinginkan atau invasif, menghambat penularan penyakit, dan melindungi spesies kecil, berharga, atau sangat terancam punah.

        Petani terkadang memberikan sumber makanan alternatif untuk mengalihkan perhatian dari tanaman yang lebih berharga, seperti menanam ladang biji-bijian tambahan untuk mengalihkan burung dari ladang tanaman utama.

        Di Kenya, lebah madu Afrika (Apis mellifera) telah ditempatkan di pagar, yang dikenal sebagai pagar sarang lebah, untuk mencoba mengurangi serangan gajah.

Penjagaan dan Repellant

        Metode tertua dan tersukses untuk mengurangi konflik adalah dengan mengawasi ternak atau tanaman.

        Peternak di banyak daerah melatih hewan penjaga, terutama anjing, untuk melindungi ternak dari serangan predator.

        Di Asia orang menggunakan petasan, obor untuk menghalau gajah.

        Program sterilisasi untuk mengurangi konflik : teknik mekanis atau operasi, disrupsi endokrin, atau imunokontrasepsi.

Tata Kelola dan Kebijakan

        Berbagai pendekatan mendorong manusia untuk bekerja sama menyelesaikan konflik satwa liar dan konservasi secara proaktif, termasuk pendidikan dan berbagi informasi, pengelolaan bersama, perencanaan kolaboratif dan partisipatif.

        Salah satu kebijakan : Zonasi, zonasi dapat digunakan untuk menggambarkan kawasan satwa liar (misalnya, kawasan lindung di mana perburuan dilarang) dan kawasan masyarakat (misalnya, di mana perburuan legal). Zona ini dapat mengatur tujuan pengelolaan dan membatasi akses. Dalam bidang kelautan, penataan zona merupakan salah satu bentuk zonasi yang diterima sebagai alat untuk mencegah konflik kapal-paus.

Tanggapan Ekonomi

        Kompensasi : penggantian dengan uang tunai kepada orang yang pernah diserang satwa liar. Ide di balik kompensasi ini adalah untuk meningkatkan toleransi terhadap satwa liar. Tantangan: kesulitan memverifikasi penyebab luka; pembayaran yang lambat, tidak praktis, atau tidak memadai; permasahan moral, dan masalah kepercayaan dan transparansi.

        Di negara-negara seperti Namibia, konservasi memungkinkan masyarakat dan pemilik lahan yang bekerja sama untuk berbagi biaya dan manfaat dari keberadaan karnivora

Melibatkan Berbagai Disiplin

Kolaborasi ilmu antropologi, biologi (termasuk perilaku hewan, biologi konservasi, ekologi, genetika, ekologi satwa liar, zoologi), ekonomi, studi lingkungan, geografi, sejarah, pengelolaan sumber daya alam, politik sains, dan psikologi.

        Peran evolusi dalam memahami perilaku manusia dan satwa liar dalam konteks konflik manusia-satwa liar dapat membantu menginformasikan tanggapan manusia dan satwa liar terhadap konflik

        Inovasi dalam ilmu ekonomi dan politik dalam mengelola sumber daya milik bersama dapat memberikan jalan yang menarik untuk beasiswa yang terkait dengan pengelolaan konflik manusia-satwa liar.

        Memahami bagaimana perencanaan penggunaan lahan dan pembangunan infrastruktur — dari produksi energi hingga pertanian hingga transportasi — dapat meningkatkan atau mengurangi konflik manusia-satwa liar.

        Memahami bagaimana konflik terkait dengan keadilan lingkungan dan hak asasi manusia harus dieksplorasi lebih lanjut.

        Melintasi Batas

        Sebagian besar penelitian konflik manusia-satwa liar hanya membahas satu ekosistem (misalnya, darat atau laut). Mungkin ada peluang untuk memahami pola baru konflik dan mengeksplorasi solusi baru dengan melihat konflik secara komparatif di ekosistem yang beragam, termasuk atmosfer (misalnya, konflik akibat transportasi udara).

        Skala dan Kompleksitas

        Ada kebutuhan untuk mendorong penelitian di wilayah geografis yang kurang terwakili dan penelitian difokuskan pada taksa yang kurang terwakili

        Kolaborasi untuk Mengisi Gap Data

        Sumber data global tetap langka untuk sebagian besar spesies. International Shark Attack File adalah contoh jaringan global yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menyebarkan data tentang konflik hiu-manusia. Pengembangan lebih lanjut dari database regional dan global serta protokol standar untuk pengumpulan data dan metadata dapat membantu mengkatalisasi kolaborasi dan analisis yang lebih besar.

        Pengujian Hipotesis, Studi Banding, dan Analisis Kuantitatif

        Diperlukan studi yang lebih komparatif dan prediktif yang secara eksplisit dirancang untuk menguji hipotesis yang dapat digeneralisasikan. Misalnya, banyak penelitian menemukan bahwa konflik cenderung meningkat mendekati kawasan lindung, namun pengamatan ini jarang dibandingkan dengan temuan dari daerah lain. Satu langkah spesifik menuju evaluasi yang efektif dari dampak populasi adalah dengan mempertimbangkan ilmu desain pengambilan sampel pada pemantauan populasi

Mendefinisikan Lebih Lanjut Konflik dan Koeksistensi

        Beberapa penelitian mengeksplorasi sejauh mana karnivora besar dan manusia dapat berbagi lanskap yang sama. Banyak populasi karnivora besar yang stabil di lanskap yang didominasi manusia (seringkali di luar kawasan lindung) tetapi tidak jelas apakah model ini dapat diaplikasikan secara global.

        Terdapat kebutuhan untuk mendefinisikan koeksistensi (hidup berdampingan) untuk lebih memahami faktor-faktor biologis, sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang kompleks dan saling berinteraksi yang pada menentukan keberhasilan koeksistensi.

 

 

KESIMPULAN

  1. Konflik manusia dan satwa liar berkontribusi terhadap menurunnnya dan punahnya banyak spesies, khususnya karnivora terestrial besar
  2. Penggerak penting yang mendasari konflik adalah perluasan populasi manusia dan pertumbuhan pertanian dan peternakan, urbanisasi, energi, dan transportasi
  3. Faktor yang dapat memprediksi mengapa beberapa hewan merusak tanaman, atau membunuh atau melukai ternak atau manusia diantaranya adalah tahap kehidupan hewan, jenis kelamin, musim atau waktu, kedekatan dengan lahan pertanian, dan kedekatan dengan habitat alami. Frekuensi interaksi sering menjadi prediktor penting konflik antara manusia dan predator laut.
  4. Hubungan manusia dengan satwa liar dipengaruhi oleh perbedaan persepsi antara kelompok pemangku kepentingan atas ancaman yang dirasakan terhadap gaya hidup, nilai, dan pandangan dunia. Persepsi risiko, konteks sejarah, dan pengaruh sosial, budaya, dan politik dapat meningkatkan atau mengurangi peluang konflik.
  5. Sepanjang sejarah, manusia telah membunuh hewan untuk meminimalkan kerusakan properti atau ancaman terhadap keselamatan manusia. Berbagai metode mematikan dan tidak mematikan tersedia untuk mencegah konflik sebelum terjadi atau untuk memperbaiki dampak konflik setelah itu terjadi, termasuk kompensasi atau pembayaran asuransi.
  6. Ada kesadaran yang semakin besar bahwa manusia dan satwa liar dapat hidup berdampingan di lanskap yang didominasi manusia dengan alat dan pengelolaan yang tepat, kebijakan publik, dan dukungan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar