Teknik Imobilisasi Enkapsulasi Bakteri

Teknik Imobilisasi dengan Enkapsulasi

       Imobilisasi adalah istilah umum yang menjelaskan berbagai pertautan atau pemuatan sel atau partikel baik berupa enzim, organel seluler, maupun sel. Saat ini, berbagai jenis imobilisasi telah diaplikasikan secara luas, tidak hanya di bidang bioteknologi, tetapi juga dalam industri farmasi, lingkungan, makanan dan biosensor (Górecka & Jastrzębska, 2014). Enkapsulasi adalah salah satu metode imobilisasi ireversibel. Dalam proses ini, materi terenkapsulasi dibatasi oleh dinding kapsul (biasanya dalam bentuk kapsul) tetapi tetap mengambang bebas dalam ruang inti. Membran tersebut semi-permeabel, sehingga memungkinkan aliran bebas dari substrat dan nutrisi, namun menjaga materi di dalamnya. Faktor yang menentukan fenomena ini adalah ukuran pori yang tepat, selaras dengan ukuran bahan inti. Akses terbatas pada interior mikrokapsul ini merupakan salah satu keuntungan utama dari mikroenkapsulasi, karena melindungi materi terenkapsulasi dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi sel. Hal ini mencegah kebocoran materi terenkapsulasi sehingga meningkatkan efisiensi proses.

Kemampuan mikroorganisme untuk bertahan dan memperbanyak diri setelah diimobilisasi ditentukan oleh karakter fisikokimia kapsul, jenis dan konsentrasi bahan pelapis, ukuran partikel, jumlah sel awal dan strain bakteri. Untuk enkapsulasi probiotik, tujuannya tidak hanya melindungi sel dari kondisi yang tidak menguntungkan, tapi juga membuat sel bisa terlepas pada kondisi yang viabel dan aktif secara metabolis di usus. Mikropartikel yang didapatkan harus tidak larut air untuk mempertahankan integritas matriks di saluran gastrointestinal dan partikel harus dilepaskan secara progresif saat memasuki fase usus.

Langkah pertama enkapsulasi adalah menggabungkan komponen bioaktif di matriks yang bisa berupa padat atau cair. Jika materi inti adalah cair, penggabungan akan dilakukan dengan pelarutan ke matriks dan jika inti berupa padatan, penggabungan akan dilakukan dengan aglomerasi. Langkah kedua adalah matriks cair didispersikan sehingga memiliki ukuran tertentu dan langkah ketiga adalah stabilisasi secara kimia (polimerisasi), fisikokimia (gelifikasi), atau fisik (evaporasi, solidikasi).


Bahan Enkapsulasi

Alginat

Alginat secara alami diturunkan dari ekstrak beberapa spesies alga yang tersusun atas β-D-manuronat dan asam α-L-guluronat. Hidrogel alginat banyak digunakan untuk enkapsulasi sel dan kalsium alginat banyak dipilih untuk mengenkapsulasi probiotik karena kepraktisannya, tidak toksik, biokompatibel, dan memiliki harga yang murah. Beberapa kelemahan alginat adalah alginat terhadap kondisi asam yang membuatnya tidak kompatibel untuk mempertahankan sel di kondisi perut. Mikropartikel yang didapatkan sangat berpori yang menjadi kelemahan ketika tujuannya untuk melindungi sel dari lingkungan. Namun terdapat alternatif yaitu dengan menggabungkan alginat dengan polimer lain, pelapisan kapsul dengan komponen lain atau dengan modifikasi struktur alginat dengan penambahan aditif.


Kitosan

Kitosan adalah polisakarida linear yang tersusun atas unit glukosamin yang bisa mengalami polimerisasi dengan pembentukan ikatan silang karena adanya anion dan polianion. Komponen ini tidak menunjukkan efisiensi yang baik untuk meningkatkan viabilitas sel melalui enkapsulasi dan lebih banyak digunakan sebagai materi pelapis dan bukan sebagai kapsul. Enkapsulasi probiotik dengan alginat dan dilapisi kitosan menyediakan proteksi pada simulasi gastrointestinal dan menjadi cara yang baik untuk menyampaikan sel bakteri ke usus.



Metode Ekstrusi

Metode ekstrusi adalah teknik fisik untuk mengenkapsulasi sel probiotik dan menggunakan hidrokoloid (seperti alginat dan karaginan) sebagai bahan enkapsulasi. Mikroenkapsulasi sel probiotik dengan teknik ekstrusi dilakukan dengan memproyeksikan larutan yang mengandung sel melalui nozzle.  Metode ekstrusi adalah metode yang mudah dan murah yang menggunakan operasi yang tidak membahayakan sel probiotik dan memberikan viabilitas probiotik yang tinggi. Teknologi ini tidak menggunakan pelarut yang merusak dan bisa dilakukan di bawah kondisi aerobik atau anaerobik (Burgain dkk., 2011).

Teknik ekstrusi yang digunakan pada penelitian ini diawali dengan mempersiapkan larutan hidrokoloid cair, menambahkan konsentrat sel ke dalamnya, dan mengekstrusikan campuran hidrokoloid-sel melalui nozzle sehingga terbentuk droplet  yang jatuh ke larutan pengeras. Bahan yang sering digunakan adalah natrium-alginat. Pembentukan gel dilakukan dengan menjatuhkan droplet ke larutan CaCl2. Ukuran kapsul yang dihasilkan tergantung pada diameter dari syringe, jarak antara syringe dengan permukaan larutan pengeras, jenis larutan pengeras, dan viskositas campuran hidrokoloid-sel.



Gambar 2.3 Teknik Ekstrusi (Heidebach dkk., 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar